Sunday, December 31, 2006

Simulasi Tsunami Denpasar

Ribuan pelajar SMP-SMA, pegawai hotel, pegawai negeri dan masyarakat kawasan Sanur membaur di pantai Sindhu, Sanur, Denpasar, 26 Desember 2006. Mereka mengikuti simulasi evakuasi tsunami yang diselenggarakan pemerintah daerah bersama pemerintah pusat. Kegiatan ini bertujuan membangun kesiapsiagaan ancaman tsunami. Sebagaimana daerah lain di Samudera Indonesia, Denpasar dan Bali secara keseluruhan juga memiliki potensi ancaman tsunami. Kesiapsiagaan menghadapi tsunami menjadi kebutuhan untuk mereduksi risiko bencana yang dapat diakibatkannya.
Seluruh partisipan simulasi yang berpakaian olahraga itu mendapat penjelasan singkat tentang tujuan pelaksanaan kegiatan dan peta jalur evakuasi yang akan dilalui. Pukul 9.00 waktu Indonesia Tengah (wita) dilakukan uji coba sirine. Baru pada pukul 9.15 simulasi yang sebenarnya dimulai.
Sirine di kawasan pantai Sanur meraung-raung. Terdengar hingga Ngurah Rai By Pass atau sekitar 1 kilometer arah barat pantai Sindhu. Sontak partisipan simulasi tumpah ke arah Ngurah Rai By Pass. Ada yang berlari, tapi ada juga yang berjalan santai. Di bagian belakang, sekelompok anggota PMI Denpasar mengusung korban luka. Di persimpangan Ngurah Rai By Pass, lusinan Polisi bersama petugas lainnya memblokir jalan. Agar simulasi evakuasi lancar.
Proses evakuasi berakhir di sebuah lokasi di kawasan Renon. Total jarak evakuasi yang ditempuh sekitar 4 hingga 5 kilometer. Arah evakuasi ini benar. Bisa dilihat di peta, arah evakuasi sudah menuju ke tempat terdekat yang lebih tinggi. Jadi tidak asal lari secepat-cepatnya, sejauh-jauhnya.
Serombongan pelajar SMP Wisata Sanur yang mengikuti simulai mengaku tidak tahu-menahu saat ditanya tentang tsunami dan tanda-tandanya awalnya. Sumarta, anggota Bankamdes (Bantuan Keamanan Desa) kelurahan Sanur Kaja, juga tidak tahu menahu hal itu. Yang ia tahu hanya bertugas mendukung kelancaran jalannya simulasi. "Tapi kalau kejadian sebenarnya, orang sudah naik motor ngebut. Kacau sekali," ujar Sumarta mengomentari jalannya simulasi sambil berandai-andai. Memang sebainya simulasi dirancang sedekat mungkin dengan kekacauan pada kejadian sebenarnya. Seperti diandaikan Sumarta.
Bukan sebaliknya, sangat lancar dan santai. Memang tanpa pemahaman ancaman tsunami yang memadai, jangan harap bisa lahir sikap kesiapsiagaan yang proporsional dengan ancamannya. Disamping karena frekuensi gempa di Denpasar dan Bali secara umum lebih rendah dibanding Jawa apalagi Sumatera. Masyarakat Denpasar jadi kurang peduli pada potensi ancaman tsunami di daerahnya. Padahal di pesisir selatan Bali terdapat palung hasil penunjaman lempeng India-Australia dengan Eurasia. Palung ini memanjang dari kepulauan Andaman-Nicobar, Sumatera, Jawa hingga SumbaTimur. Palung ini juga divonis menyebabkan gempa dan tsunami di Aceh 26 Desember 2004. Baca info selengkapnya di Kapai Edisi 43.
Tetapi, bagaimanapun, simulasi evakuasi tsunami di Denpasar ini adalah sebuah langkah awal yang bagus. Indikasinya, berhasil membuat banyak warga Denpasar bertanya-tanya tentang apa perlunya simulasi. Jadi, tinggal langkah lanjutan untuk mengelola momentum itu. Selamat bekerja. (ipung).